Kulkul adalah alat komunikasi tradisional masyarakat Bali, berupa alat bunyian yang umumnya terbuat dari kayu
atau bambu, dan benda peninggalan para leluhur. Di setiap organisasi
tradisional di Bali, terdapat setidaknya sebuah kulkul. Selain di Bali,
Kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan,
terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. Untuk itu, kulkul
dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia.
Sejarah
Pada zaman Jawa-Hindu, kulkul disebut ’Slit-drum’ yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu. Pada masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sufamala. Beberapa lontar Bali, juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Awig-awig Desa Sarwaada, MarkaNdeya Purana, dan Diwa Karma.
Keempat naskah kuno Bali ini, mengungkapkan pentingnya kayu, yang
bermakna pikiran dalam kehidupan manusia, yang biasa disebut dengan
kulkul. Kayu adalah bahan dasar dari kulkul yang erat hubungannya dengan
manusia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih
dikenal dengan nama ’Tongtong’.
Pembuatan
Ritual pembuatan
Untuk menyebutkan suatu keadaan, umat Hindu Bali menggunakan istilah
"ala ayuning dewasa" artinya dewasa yang baik dan dewasa yang kurang
baik. Kedua hal ini sulit dipisahkan bahkan selalu berdampingan.
Demikian pula dalam pembuatan sebuah kulkul dari kayu biasa menjadi
sebuah alat bunyian bernilai sakral dan keramat, harus mengalami
pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari mencari bahan, menebang kayu
sampai kepada proses pembuatannya harus melalui serentetan upacara.
Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari
dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang kurang baik, dari awal
hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap melepaskan sebuah
kulkul juga harus melalui sebuah upacara. Apabila tahapan upacara sudah
dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap
sebagai benda suci serta keramat.
Bagi masyarakat Bali, kulkul mempunyai nilai yang sakral. Nilai
sakral sebuah kulkul ini didukung sepenuhnya oleh agama Hindu Bali yang
diyakini masyarakat Bali secara umum. Nilai sakral tersebut terutama
berada pada kulkul yang tersimpan di Pura-pura besar di Bali yang
dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi
penyimpangan dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian
dilakukan. Oleh karena itu kulkul diletakkan pada sebuah bangunan yang
disebut ’Bale Kulkul’, tepatnya digantungkan pada sudut depan pekarangan
pura atau banjar.
Teknik pembuatan
Secara teknis, kulkul terbuat dari seruas bambu
berukuran cukup besar, yang mana kedua belah buku ruasnya dilubangi,
dan sepanjang badan bambu itu dibuat lubang memanjang. Adakalanya kulkul
dibuat dengan dua alur lubang yang sejajar, satu lubang besar, dan satu
lubang yang lebih kecil. Ada pula yang terbuat dari dari potongan kayu,
panjangnya kira-kira satu sampai dua meter, dikorek pula sepanjang
badannya untuk membuat lubang memanjang, dan bagian dalamnya dibuat
menggerongong. Kedua ujungnya ditutup atau tertutup oleh karena
pengorekan bagian dalam kayu tersebut dijaga agar tidak sampai menembus
kedua bagian ujungnya.
Fungsi
Kulkul mempunyai fungsi yang berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Berikut merupakan beberapa fungsi dari kulkul:
- Tanda Pertemuan Rutin
Masyarakat Bali biasanya melakukan pertemuan rutin sebulan sekali pada setiap banjar.
Menjelang hari pertemuan, terlebih dahulu kulkul dipukul dengan sebuah
alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan terdengar sampai ke pelosok
banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera
berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.
- Tanda Pengerahan Tenaga Kerja
Selain sebagai tanda pertemuan, bunyi kulkul juga mengandung arti
untuk pengerahan tenaga kerja. Pengerahan tenaga kerja tersebut ada yang
sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Bentuk
pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan contohnya gotong royong
membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura bagi masyarakat Bali,
dan mencuci barang-barang suci. Pengerahan warga diawali dengan
terdengarnya suara kulkul. Segera, setelah warga berkumpul, mereka
secara bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan
contoh pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak, umumnya seperti
menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat
berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, dan pencuri. Bunyi kulkul
terdengar cepat dan panjang sekaligus sebagai isyarat supaya warga
segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam.
- Tanda Gejala Alam
Di samping sebagai tanda pertemuan rutin dan pengerahan tenaga kerja,
kulkul seringkali digunakan ketika terjadi gejala alam seperti gerhana
bulan yang akan disambut oleh seluruh banjar. Masyarakat Bali
berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali akan menghilangkan konsentrasi Kalarau, sehingga ia akan melepaskan bulan kembali.
Jenis
Ada empat jenis kulkul yang dikenal oleh masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusia, dan Kulkul Hiasan.
- Kulkul Dewa
Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan ketika memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nada yaitu ‘tung.... tit.... tung.... tit.... tung.... tit’ dan seterusnya.
- Kulkul Bhuta
Kulkul Bhuta adalah kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tenteram.
- Kulkul Manusa
Kulkul Manusa adalah kulkul yang digunakan untuk kegiatan
manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Kulkul Manusa terbagi atas tiga
jenis yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-sekeha, dan Kulkul Siskamling.
Bunyi ritme kulkul manusa untuk kegiatan yang rutin ialah lambat dan
pendek, sedangkan pada kegiatan mandadak, terdengar cepat dan panjang.
- Kulkul Hiasan
Diberi nama kulkul hiasan karena kulkul ini diberi hiasan-hiasan
untuk menambah keindahannya. Biasanya kulkul ini sering dijadikan
oleh-oleh atau buah tangan. Para wisatawan yang datang ke pulau Bali menganggap kulkul sebagai sebuah barang antik.
Peranan
Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali
mengikutsertakan kulkul. Bahkan, dalam upacara pemanggilan para Dewa,
dimulai dengan membunyikan alat ini. Kulkul juga hampir selalu hadir
dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Dalam acara
pagelaran atau pertunjukan seni, mulai dari pertunjukkan Gamelan Anyar, Tektekan, sampai pada seni Karawitan,
semuanya menggunakan kulkul sebagai pelengkap dari pertunjukan
tersebut. Selanjutnya, kulkul juga digunakan dalam upacara-upacara adat
yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Salah satu upacara adat tersebut
seperti upacara mesabatan biu atau yang dikenal pula dengan perang pisang,
yaitu upacara untuk menunjukkan seorang pemuda telah memasuki usia akil
balig dan telah menjadi dewasa. Selain itu, kulkul kerap kali digunakan
dalam tradisi-tradisi masyarakat Bali, contohnya dalam tradisi ngoncang. Tradisi ngoncang
merupakan tradisi memukul kulkul (kentongan) bambu keliling desa.
Tujuan dari ritual 'ngoncang' adalah memanggil para leluhur yang telah diaben. Tradisi ngoncang
ini merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh para krama
desa. Tradisi ini memakai sarana kentongan atau kulkul bambu dan dipukul
sesuai irama yang telah diatur oleh anggota sekaa ngoncang. Belakangan,
kulkul juga selalu hadir dalam setiap pembukaan atau peresmian acara,
dan digunakan sebagai simbol bahwa acara tersebut telah resmi dibuka.
Jadi, sebuah kulkul dapat dikatakan bukan saja merupakan alat tradisional, melainkan suatu media komunikasi tradisional
yang menjembatani komunikasi masyarakat Bali, baik antara manusia
dengan Dewa, manusia dengan penguasa alam, maupun manusia dengan
sesamanya. Selain itu, kulkul juga diyakini mampu membentuk rasa
persatuan dan kesatuan di dalam kehidupan masyarakat Bali. Dengan
demikian, peranan kulkul sebagai media komunikasi tradisional masyarakat
Bali sangatlah besar. Kulkul berperan untuk menyampaikan simbol-simbol
atau kode-kode yang dapat dimaknai secara langsung seperti ritme pukulan
maupun nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya, seperti rasa
persatuan dan kesatuan, kepada seluruh masyarakat Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar